Apa itu butterfly effect? Ya mungkin seperti itu
pertanyaan ketika kita pertama kali mendengar dua kata asing tersebut. Apabila
kalian pernah membaca buku Anak- Anak Revolusi karya Budiman Sudjatmiko, kalian
mungkin akan mengerti artinya kata tersebut. Butterfly effect adalah sebuah
perumpamaan yang diciptakan Edward Norton Lorenz (pelopor teori chaos) yang
artinya “kepak sayap kupu- kupu dan badai”. Makna dari perumpamaan tersebut
adalah kepak sayap kupu- kupu di satu titik di dunia bisa menghasilkan badai di
bagian dunia yang lain.
Butterfly
effect seakan menggambarkan keadaan Indonesia saat ini
terkait dengan adanya kenaikan nilai dollar. Dimana satu titik tersebut dapat
menyebabkan dampak yang cukup berarti bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Mengapa demikian, karena jika dipikir dengan logika, sebagian besar barang di
Indonesia impor dari luar negeri, otomatis harga barang naik apabila nilai
dollar juga naik. Harga kebutuhan masyarakat melambung tinggi sedangkan pendapatan
masyarakat tetap, menyebabkan daya beli masyarakat rendah. Pedagang juga
menjadi kewalahan dan mengurangi stok barang jual, semuanya menjadi berhemat.
Hal ini mengakibatkan perputaran uang menjadi lambat dan tidak ada pertumbuhan
ekonomi, artinya tidak ada perbaikan taraf hidup.
Keadaan tersebut dapat
juga berdampak keadaan yang paling buruk yaitu krisis moneter seperti pada
tahun 1998, dimana masyarakat Indonesia berada dalam kemiskinan dan minim
kesejahteraan. Banyak perusahaan melakukan PHK besar- besaran, menambah jumlah
pengangguran, harga kebutuhan naik, hutang luar negeri melonjak, harga BBM
naik, dan masih banyak lagi dampak mengerikan lainnya.
Untuk mengatasi masalah
tersebut salah satu solusinya adalah kita harus menjadi bangsa yang produktif
bukan bangsa yang konsumtif. Pada era globalisasi seperti sekarang ini gaya
hidup masyarakat Indonesia cenderung hedonis, dimana masyarakat lebih banyak mengejar
kesenangan dan kepuasan sehingga menjadi masyarakat yang konsumtif. Lebih cinta
produk impor daripada produk lokal. Sehingga ketika nilai rupiah turun
masyarakat kebingungan karena harga barang impor naik. Padahal seharusnya
dengan adanya kenaikan nilai dollar seperti ini bisa menjadi peluang bagi
masyarakat yang produktif untuk memperoleh keuntungan yang lebih tinggi.
Indonesia termasuk
negara yang beruntung dibandingkan negara lain karena Indonesia memiliki
kekayaan sumber daya alam yang begitu melimpah (emas, gas alam, hasil laut,
berbagai barang tambang, perkebunan, dsb) tidak bisa disebutkan satu per satu
karena begitu banyaknya. Bahkan Indonesia memiliki bonus demografi. Namun
mengapa Indonesia masih menjadi negara berkembang sampai saat ini? dan mengapa
kemiskinan masih menjadi masalah di negara ini? Hal tersebut dikarenakan sumber
daya manusianya minim akan pengetahuan, minim akan kesadaran. Negara ini hanya
diperbudak oleh negara lain, kenapa saya katakan demikian, itu karena sampai
saat ini kita belum mampu mengolah sendiri hasil kekayaan negara ini. Kita
hanya mampu bekerja di perusahaan milik negara asing yang memanfaatkan hasil
kekayaan milik kita. Miris memang melihat itu semua, untuk itu kita mahasiswa
sebagai agent of change dan iron stock, marilah kita menjadi penerus
generasi bangsa yang mampu membawa perubahan positif bagi negara ini.
Buktikan bahwa kita
mahasiswa sebagai manusia terdidik mampu merubah negara ini menjadi negara
super power, tidak lagi menjadi budak di negara sendiri. Jadilah generasi
penerus yang bermanfaat bagi bangsa dan negaranya. Generasi penerus yang
produktif bukan konsumtif sehingga mampu mengatasi masalah perekonomian yang
melanda negara ini. Mampu mengendalikan situasi, ketika nilai dollar naik
jadikan itu sebagai peluang bagi kita untuk memperoleh keuntungan. Mengurangi
pemakaian produk luar negeri dan cintai produk dalam negeri.
Jadikan perumpaan
butterfly effect menjadi kepakan dari satu titik di salah satu bagian dunia
yang mampu menimbulkan efek positif di bagian dunia yang lain. Keep fighting
guys..!!